Minggu, 27 November 2016

8. Mengenal Diri Sendiri

Setelah anak mengenal 2 hal yang terutama dalam hidupnya yaitu Tuhan dan orang tuanya maka ada hal ketiga yang tak kalah pentingnya untuk dia kenal. Yaitu dirinya sendiri. Mengenal diri sendiri berarti terkoneksi dengan baik dengan jati diri yang sesungguhnya, bukan dengan khayalannya. 

Mengenal Tuhan adalah cara yang terutama seseorang bisa mengenal jati dirinya yang sesungguhnya. Karena dengan mengenal Tuhan kita menjadi mengerti mengapa Tuhan menciptakan manusia termasuk diri kita dan apa tujuanNya yang sesungguhnya. Tuhan-lah Kebenaran, kalau kita mau melihat diri kita sebenarnya kita harus datang padaNya. Contohnya: yang baik menurut manusia belum tentu baik menurut Tuhan, yang benar menurut manusia belum tentu benar menurut Tuhan, yang kudus menurut manusia belum tentu kudus menurut Tuhan. Manakah yang benar? Kebenaran Tuhan.

Mengenal diri sendiri, pertama adalah menerima siapa dirinya, apa jenis kelaminnya, kondisi fisiknya, kondisi keluarganya, kebangsaannya, menerima bahwa semua itu adalah anugrah Tuhan dan patut disyukuri.

Kedua,  melihat dengan jernih kekurangan dan kelebihan pribadinya, menjadi rendah hati, mau diajar dan mudah dibentuk Tuhan.
Dapat bercermin dengan jernih pun membutuhkan pertolongan Tuhan karena biasanya hati manusia menipu diri sendiri terlalu sibuk membuat pencitraan diri dengan segala pandangan dunia yang berlaku sehingga perlu campur tangan Tuhan agar ditampilkan kondisi hati yang sesungguhnya, apa yang menjadi motivasi sesungguhnya dan seterusnya.

Ketiga, menerima apa yang menjadi panggilan hidupnya. Mengenal Tuhan adalah cara yang terutama seseorang bisa mengenal jati dirinya yang sesungguhnya. Mengenal nilai dirinya di mata Tuhan. Karena dengan mengenal Tuhan kita menjadi mengerti mengapa Tuhan menciptakan manusia termasuk diri kita dan apa tujuanNya yang sesungguhnya, apa yang menjadi bagian diri kita dalam alam semesta dan rancanganNya yang dahsyat ini.

Umumnya orang mengandalkan test bakat dan test IQ, EQ untuk menentukan karier seseorang. Saya tidak mengatakan cara itu salah namun yang saya hendak katakan adalah cara itu tidak sepenuhnya tepat dan benar. Memang benar bakat adalah anugrah Tuhan demikian pula dengan kecerdasan. Namun apakah digunakan sesuai dengan tujuan Tuhan?
Amsal 14:12 berkata:"Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut."
Tidak semua bakat atau kelebihan yang Tuhan berikan untuk kita mengeruk uang. Mungkin Tuhan memberi bakat menyanyi pada 'orang itu' agar dia menjadi penyanyi, tapi apakah menjadi penyanyi yang 'seperti itu'? Mungkin Tuhan memberi kecerdasan agar 'dia' menjadi ilmuwan, tapi apakah tujuanNya agar dia menciptakan 'benda/alat' tersebut?
Jadi jangan serta-merta menerima hasil test dan menghidupinya. Datanglah pada Tuhan tanyakan mana jalan yang benar-benar lurus bagi sang anak yang merupakan panggilannya dan ujungnya menuju hidup.

Hidup di dunia ini hanyalah sementara paling lama mungkin 90-100 tahun kalau kondisi tubuh ini sehat. Ada orang-orang yang bahkan separuh itu saja tidak sampai. Namun kehidupan setelah dunia ini, itulah yang kekal apakah kita akan menjalaninya dalam kesengsaraan penghukuman atau dalam kebahagiaan kemuliaan bersama Tuhan, semua tergantung pilihan hati kita selama hidup di dunia ini.
Dan kemanakah kita akan mengarahkan anak-anak kita ? Tergantung pilihan hati kita sejak anak-anak kecil.
Semoga hati kita tidak salah memilih. God bless !

Jumat, 25 November 2016

7. Hati Yang Mengenal Tuhan

Dalam membentuk karakter yang baik ataupun mengubah karakter yang sudah ada, hanya Tuhan yang dapat melakukannya. Namun demikian Tuhan pun tidak dapat melakukannya kecuali kita menginginkan perubahan itu. Jadi harus ada kesepakatan, kerjasama dan kesetiaan antara kita dengan Tuhan. Kesetiaan dari pihak kita sangatlah menentukan, karena tidak ada yang instan dalam pembentukkan dan pengubahan karakter semua butuh proses karena melalui proses itulah karakter kebenaran ditanamkan dalam-dalam dan kuat.
Demikian pula dalam membentuk menanamkan karakter kebenaran pada anak, orang tua perlu bersepakat, bekerja sama dan setia dengan Tuhan. 

Firman Tuhan berkata,"Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." Kitab Amsal 4:23.
Hati adalah sumber dari segala perilaku kita, keputusan yang kita ambil dan jalan yang kita tempuh..kehidupan kita.

Dan bagaimanakah caranya kita menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan? Hanya dengan mengenal Tuhan karena Tuhanlah Kebenaran. Dan agar kita tidak tersesat dan mengingini hal-hal yang salah kita harus mengenal Kebenaran.

Bagaimana cara kita mengenal Tuhan? 
Sesungguhnya hampir sama prinsipnya dengan membangun kepercayaan yang telah saya bahas dalam posting sebelumnya, hanya saja dalam hubungan manusia dengan Tuhan maka yang menjadi orang tua (Bapa) adalah Tuhan Sang Pencipta.
Langkah penentu adalah 'mau percaya'. 
Hubungan antar manusiapun tidak akan terjadi kalau tidak ada kepercayaan. Maukah kita naik taksi yang anda tidak percayai? Tentu tidak.
Jadi pada saat kita berdoa, membaca Firman dan menangkap ketetapan-ketetapanNya, kita harus mempercayai bahwa itulah kebenarannya dan melakukannya. Dan setelah kita menjalaninya kita akan mendapati bahwa Tuhan sungguh setia.
Dengan cara yang sama inilah kita menuntun anak-anak kita untuk mengenal Tuhan.

Seiring dengan kita menyaksikan kesetiaan Tuhan maka bertambahlah kepercayaan dan pengenalan kita akan Tuhan. Dan semakin kita melakukan Firman Tuhan semakin kita mengalami dan menyadari betapa Dia sangat mengasihi kita dan kita mulai mengasihi Tuhan, kita mulai mempertimbangkan apakah yang akan kita lakukan atau katakan akan menyakiti hatiNya atau apakah sesuai dengan rencana kebaikanNya bagi kita. 

Semakin kita mengenal dan mengasihi Tuhan semakin dalam hati kita mencintai Kebenaran dan membenci kejahatan. Inilah yang disebut pekerjaan Tuhan dalam mengubah dan membersihkan hati kita yang tadinya lahir dalam dosa keturunan menjadi baru sehingga dari hati kita terpancar kehidupan.

Dan proses ini membutuhkan waktu, ada yang cepat ada yang lambat,tentunya sifat karakter yang sudah tertanam lama membutuhkan lebih banyak waktu untuk diubah hingga ke akar-akarnya, namun selama kita tetap setia untuk percaya padaNya maka proses itu akan dapat terus berjalan.

Hal inilah yang menjadi alasan kita berpacu dengan waktu untuk menanamkan pengenalan akan Tuhan dan karakter yang baik pada anak-anak kita sedini mungkin.

>>baca selanjutnya


6. Sebuah Prolog

Sesungguhnya pembentukkan karakter sudah dimulai sejak dalam kandungan. Karena saat pembentukkan manusia gen kedua orang tuanyalah yang memegang andil termasuk menurunkan percampuran sifat keduanya dan sebagian lagi, didapat melalui peristiwa dan emosi sang ibu di saat kehamilan.
Bila sang ibu mengalami trauma, kemarahan yang dalam, atau bahkan sang ibu menolak kehadiran sang bayi ( bahkan walaupun tanpa ada usaha menggugurkan) hal ini sangat mempengaruhi janin, janin akan mengadopsi kemarahan ketakutan dan rasa tertolak itu menjadi bagian dari sifatnya. 
Saya mengalami hal-hal ini. Jujur saja saya sedih dan bingung saat mendapati bayi saya memiliki sebuah sifat atau perilaku yang agak ekstrim.

Salah seorang bayi saya mengadopsi kemarahan, di usianya 2 minggu bayi saya mengamuk berteriak marah karena kami mengeluarkan jarinya dari dalam mulutnya, kami sungguh terkejut dan was-was dan hal ini terulang lagi setiap kami mencegahnya memasukkan jari kedalam mulutnya. Kami bertanya-tanya bagaimana bisa bayi 2 minggu mengamuk seperti ini? Kami tidak mengalami hal ini dengan anak pertama kami.

Lain cerita dengan bayi kami yang lainnya, oleh karena kondisi keuangan dan kesehatan suami yang buruk di waktu kehamilannya, kami sangat frustrasi dengan kehadiran sang janin, namun karena saya takut akan Tuhan kami tidak berani mencoba untuk menggugurkannya. Namun rasa frustrasi dan tidak menginginkan sang bayi tetap ada selama beberapa bulan di awal. Setelah bayi kami berusia kira-kira 2-3 bulan, saya mendapati sang bayi tidak mau berpisah dari saya sama sekali. Dia menangis berteriak marah kalau saya beranjak dari hadapannya. Dia menuntut saya untuk selalu berada dekatnya. Dia takut ditinggalkan. Sedih sekali.

Memang tidak ada yang sempurna didunia ini, diri kita, kondisi kita, lingkungan sekitar bahkan hubungan-hubungan yang kita miliki tidak ada yang sempurna, pasti ada kelebihannya dan kekurangannya ,ada baik dan buruknya dan manusia memiliki banyak kelemahan.
Namun Tuhan yang sempurna dan penuh kasih sanggup mengubah apa yang buruk menjadi baik. Terpujilah nama Tuhan!

>>baca selanjutnya

Rabu, 23 November 2016

5. Hal Terutama Kedua

Seperti telah disinggung pada poin ke 4 dari pos disiplin hidup, hal terutama kedua bagi anak adalah sosok orang tua. Orang tua memiliki andil yang sangat besar bagi kehidupan anak. Orang tualah yang bertanggung jawab untuk menanamkan apa yang benar,yang diperlukan oleh anak dalam menjalani kehidupannya.
Namun dalam menjalankan perannya ini dan menerapkan disiplin pada anak diperlukan hubungan antar orang tua dan anak yang baik (tepat).

Mengapa saya menyebutnya 'tepat'? Karena memang harus tepat seperti seharusnya fungsi dan posisi masing-masing.
Orang tua memliki posisi diatas anak, dialah yang memiliki otoritas dan tanggung jawab atas anak (hingga anak mencapai usia dewasa), orang tualah yang harus membimbing mendidik menjadi suri tauladan bagi anaknya.
Posisi anak adalah dibawah orang tua, anak harus menghormati menghargai orang tuanya. Anak harus mempercayai orang tuanya dan mengikuti petunjuk, arahan dan belajar dari nasehat serta bimbingan orang tua. 
Namun yang tidak kita sadari adalah kepercayaan tidak terjadi dengan seketika. Kepercayaan harus diusahakan. Kepercayaan bertumbuh berdasarkan pengalaman-pengalaman anak bersama orang tuanya.

Membangun kepercayaan melibatkan kedua pihak, baik pihak orang tua dan pihak anak. Tapi karena posisi orang tua adalah sebagai pembimbing atau pendidik dan posisi anak sebagai newborn (baru lahir)dan masih polos maka: pertama, orang tualah yang harus membuktikan bahwa dirinya dapat dipercaya.
Orang tua harus membuktikan "Kami adalah seperti yang kami perkatakan." Dengan kata lain menjadi teladan.
Pada saat anak melihat bahwa perilaku kita berbeda dengan ucapan kita anak tidak bersedia menuruti atau bahkan meremehkan kita. 
Jadi di saat kita mau mendisiplinkan anak, pertama kita harus mendisiplinkan diri kita. Di sinilah letak beban orang tua.

Tapi kita semua tahu bahwa tidak ada orang tua yang sempurna. Kita semua jauh dari kesempurnaan. Jadi apa jalan keluarnya?
Akuilah siapa diri kita..sekali lagi kejujuran. Firman Tuhan berkata "..., dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." Injil Yohanes 8:32.
Dari sini pula akan terjalin komunikasi, keterbukaan dan kepercayaan karena kita membuka diri pada anak.
Saya beberapa kali berkata kepada anak-anak saya,"Kalian tahu mengapa mami ajarkan kalian untuk (.....),karena ini akan (....).Mami sendiri dulu tidak (....)dan mami rasakan sendiri kerugiannya untuk mami. Dan mami tidak mau kalian alami hal yang sama. Mami sudah ngalamin kalian belajar saja dari mami gak perlu ngalamin susahnya."
Pengalaman saya,anak yang sudah berusia 8 tahun dapat diterapkan cara ini. Malah sesungguhnya mereka butuh penjelasan seperti ini, yang meluruskan pertanyaan 'Mengapa mami suruh begini padahal mami begitu?' 
Kebenaran itu akan memerdekakan kita. Tidak ada lagi tuduhan karena dahulu atau hingga sekarang aku masih seperti ini maka aku tidak pantas untuk mengajarkan anakku agar tidak seperti ini.
Hubungan yang indah justru terjalin karena adanya keterbukaan dan kejujuran.

Kedua, hargailah anak anda.
Walaupun anak anda masih bayi hargailah pribadinya dengan mengatakan kebenaran. Orang dewasa kerap kali menganggap anak-anak kecil tidak mengerti apa-apa. Memang benar, tapi bukan berarti tidak dapat diberi pengertian. Pada saat kita berusaha menjaga dia tapi dengan cara mengelabuinya itu berarti kita tidak menghargainya. Dan pada akhirnya saat anak mengerti dirinya sering dikelabui orang tuanya timbullah pemahaman,"Ah,orang tua sering kasih alasan bohong,cuman supaya aku nurut aja.. padahal belum tentu begitu." Hal ini menimbulkan cacat kepercayaan dalam hubungan anak dengan orang tua. 
Kita harus menyadari bahwa salah satu penyebab anak lebih percaya pada teman-temannya adalah karena anak merasa orang tuanya suka berbohong,tidak mengatakan apa adanya.

Saya pernah menyaksikan peristiwa seorang anak balita yang sudah sering dikelabui nenek yang menjaganya.
Sang nenek tidak ingin anaknya main ke dapur karena berbahaya. Pada saat anak melangkah memasuki dapur sang nenek berteriak,"Eh, jangan kesana,Nak! Disana ada tikuuus..nanti digigit looh!" Balita tersebut menoleh pada neneknya dan memperlihatkan ekspresi marah dan dia tetap melanjutkan masuk ke dapur.
Sang nenek berkata pada saya,"Dia sudah ngerti dibohongi." lalu dia lanjutkan membujuk cucunya,"Ayolah Nak ,jangan kesana berbahaya..main yang lain saja yaa.."
Kita belajar disini bahkan balita itu marah mengetahui dirinya ditipu dan tidak mempedulikan lagi peringatan sang nenek.

Bukan hanya dalam rangka melarang anak masuk dapur tapi juga dalam hal-hal lainnya, praktek mengelabui dipilih oleh orang tua atau pengasuh agar cepat beres, tidak pusing memikirkan penjelasannya.

Cara mengelabui seperti ini adalah cara instan. Dan seperti layaknya mie instan yang mudah, cepat dan enak, tapi tidak bergizi, tidak sehat demikian cara mengelabui anak ini, mudah ,cepat dan lucu(beberapa orang terkekeh-kekeh berhasil membohongi anak) tapi tidak sehat bagi anak.
Meracuni anak dengan pemahaman orang tuamu tak sungguh-sungguh dapat dipercaya dan memberi teladan pada anak untuk berbohong.

Pada akhirnya sang orang tua menemukan anaknya memilih untuk mempercayai teman-temannya dan membohongi orang tua dan masuk dalam pergaulan yang buruk.

Memang seorang anak sejak kecil pasti pernah berbohong. Tapi kita harus mendidik anak untuk tidak berbohong. Dan biasanya Tuhan sudah memperlengkapi orang tua dengan indera 'pendeteksi kebohongan' kalau kita perhatikan anak dengan seksama biasanya kita bisa menemukan indikasinya. 
Biasanya dalam kondisi seperti inilah saya akan mengingatkan anak,"Tuhan tidak suka pembohong loh! Kamu harus minta ampun padaNya. Dan minta Tuhan tolong agar kamu tidak berbohong lagi."

Satu hal yang bisa saya tambahkan disini adalah berdoalah pada Tuhan minta Dia ajarkan apa yang harus kita sampaikan pada anak untuk memberinya pengertian sesuai dengan kasus yang dihadapi. Doa emergensi semacam ini cukup disampaikan dalam setarikan nafas,"Tuhan tolong, aku musti jelaskan apa?" Tenangkan hati dan merenung sejenak, maka Tuhan akan beri pengertian pada kita.

Anak adalah anugrah Tuhan, hubungan orang tua dan anak adalah kehendak Tuhan maka dalam membesarkan dan mendidiknya pastilah Tuhan tidak segan-segan melimpahkan anugrahNya pada mereka yang meminta pertolonganNya. God bless!

>>baca selanjutnya


4. Disiplin Hidup

Seperti dinding-dinding yang berdiri kokoh di atas dasar pondasi
Saling bertautan membentuk ruangan 
Demikianlah DISIPLIN HIDUP
Yang ditanamkan di atas dasar Takut akan Tuhan 
Akan memberi perlindungan bagi pribadi yang melatihnya.

Disiplin sangat dibutuhkan dalam pembentukkan karakter. 
Disiplin merupakan latihan yang terus menerus diulang untuk mencapai 'kebiasaan' dan setelah hal tersebut mengakar terbentuklah karakter. Jadi disiplin adalah tindakan awal dari pembentukkan karakter.
Tapi disiplin merupakan bentuk ketaatan pada suatu Norma. 
Yang menjadi pertanyaan disini adalah Norma atau Hukum siapakah yang hendak dipatuhi?

Kita sudah memulainya dari pondasi dasar yaitu 'Takut akan Tuhan' maka kita akan membangun di atas dasar pondasi ini. 
Karena sesungguhnya hanya Hukum Tuhan yang berlaku untuk selama-lamanya baik didunia hingga sampai pada kekekalan.

Ada yang berpikir bahwa disiplin membebani,membuat stress dan mengikis kreativitas. Pemikiran ini tidaklah tepat. 
Pertama, bagaimana mungkin di saat kita mematuhi prinsip-prinsip Tuhan Yang Maha Kreatif kita menjadi tidak kreatif?
Kedua, disiplin tidak menekan kreativitas tapi memberi perlindungan dan arahan bagi si pribadi sehingga bisa total dalam berkreativitas dan hasil karyanya bisa berguna bagi masyarakat.

Sebagai contoh...
Disiplin dasar sehari-hari seperti disiplin merawat diri(mandi,sikat gigi),disiplin menjaga kesehatan (bangun pagi,makan  teratur, olahraga, memperhatikan jenis asupan) dan disiplin tata krama.
Tanpa mempraktekkan disiplin dasar sehari-hari ini seseorang akan dengan mudah jatuh sakit atau bahkan dengan mudah menyinggung orang lain. Bagaimanakah seseorang dapat berkreasi bila dia sakit dan bagaimanakah masyarakat luas dapat menerima karyanya kalau mereka sudah terlanjur tersinggung karena pribadi ini tidak mengenal tata krama?

Ketiga, penerapan disiplin dilakukan dalam kasih bukan dalam kekerasan namun dalam ketegasan. Orang tua harus menanamkan disiplin dalam pengajaran dan pengertian sehingga anak menangkap kebenaran dalam karakter yang ditanamkan.


Seperti kata Firman Tuhan :
Amsal 3:12 "Karena Tuhan memberi ajaran kepada yang dikasihiNya,seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi." Amsal 13: 24 "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya,menghajar dia pada waktunya." 
- Ibrani 12:11 "Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita.Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya."

Jadi, janganlah takut untuk menerapkan disiplin pada anak karena itu adalah bukti kasih sayang. Yang perlu diperhatikan ketepatan dalam menerapkannya. Ada beberapa step/tahap dalam penerapan :
Step 1: Memberi pengertian pengajaran penjelasan. Langkah pertama ini adalah dasar menanamkan karakter identik dengan menabur benih. Beri penjelasan yang sejelas-jelasnya uraikan apa kata Tuhan mengenai hal tersebut, apa dampaknya bagi pribadi kita atau bagi orang lain, apa konsekuensinya dan sebagainya. Bila anda bingung, berdoalah minta tolong Tuhan agar bisa menjelaskannya.
Step 2: Memberi teguran dan peringatan, bila anak mengulangi hal yang sama.
Step 3: Bila beberapa kali tetap melakukan hal yang sama ,orang tua harus menyelidiki konsultasikan dengan Tuhan apa yang menjadi penyebab dia tetap mengulangi. Tegur dan ajak anak berdoa, untuk minta maaf pada Tuhan dan memohon pertolongan Nya.
Step 4: Beri ganjaran atau tongkat didikkan. Ada hal-hal yang lebih efektif dengan ganjaran sosial misalnya dilarang bermain untuk waktu tertentu, berdiri/duduk menghadap tembok, tidak diajak bepergian atau makan kesukaannya sementara yang lain pergi. Namun ada hal-hal yang harus diganjar dengan tongkat didikkan. Orang tua perlu membawa pilihan-pilihan ini pada Tuhan. Karena Dia yaang paling mengerti sifat anak kita.

Bahkan disaat kita memberi tongkat didikkan beri anak pengertian. 
Kami biasa katakan pada anak kami,"Karena kamu tidak bisa memberi perhatian akan hal ini maka kami terpaksa memukul kamu dengan tongkat agar kamu memperhatikan. Lebih baik kami pukul kamu daripada kamu jadi anak gak keruan dan akhirnya dipukul Tuhan, itu lebih menyedihkan."

tips: biasakan untuk tidak menahan-nahan tongkat dan ganjaran lain, karena bersamaan dengan itu kita menumpuk kekesalan yang bisa berakibat akhirnya keluar dengan meledak. Saya biasakan diri untuk beri kesempatan pada anak maksimum 3kali agar tidak berubah menjadi kemarahan yang meledak.

Keempat, penerapan disiplin memperkenalkan kepada anak akan 'Hal terutama kedua' yaitu sosok orangtua. Pada saat orang tua menerapkan disiplin dan mengajarkan apa yang perlu, anak mengalami dan mengerti peran, fungsi dan otoritas orang tua. Bahkan anak menyadari kasih sayang orang tuanya (siapa mengira, anak suka membandingkan, mengamati dan menilai perilaku teman-temannya dan konsekuensi yang mereka hadapi di sekolah). Pengalaman dan pengertian inilah yang menumbuhkan rasa hormat dan membangun kepercayaan anak pada orang tuanya.  
Hal ini merupakan landasan penting dalam menjalin hubungan yang baik antara orangtua dan anak yang kita semua sadari memiliki peran penting dalam pembentukkan karakter anak.

Semoga dengan penjelasan sederhana diatas bisa menginspirasi moms dalam mendidik dan menerapkan disiplin pada anak.
  
>> baca selanjutnya

Selasa, 15 November 2016

3. Mengenali Yang Terutama

Sebagai seorang Kristen dalam menjalani kehidupan ini saya mengerti bahwa Tuhan lah yang berkuasa dan menentukan segalanya.
Dialah yang melihat mengamati dan menghakimi segala perbuatan, perkataan dan isi hati kita. Dan di akhir hidup ini setiap kita akan berhadapan denganNya, dihakimi olehNya dan menerima upah dan ganjaran hidup kita.
Tetapi selain itu saya juga mengerti bahwa Tuhan sangat mengasihi kita, sesungguhnya Dia selalu siap untuk menolong, menghibur dan memimpin hidup kita jika kita datang padaNya. 

Oleh karena pengertian diatas, karakter yang terutama sekali untuk ditanamkan dalam tanah hati anak-anak kita adalah'TAKUT AKAN TUHAN'.
Takut akan Tuhan datang melalui mengenal Tuhan.
Bila anak mengenal Tuhan, menyadari keberadaan,kasih dan kemutlakan keputusanNya maka dia akan berusaha bijak dalam perilaku dan keputusannya menyadari segala sesuatu akan ada ganjaran dan upahnya. Tidak hanya itu dia juga mengetahui bahwa ada Tuhan Maha Pengasih yang siap menolong dan memberinya bimbingan.
Tepat seperti yang dikatakan dalam Amsal 1:7a
"Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan,..."

Sejak dini bahkan sejak dalam kandungan perkenalkanlah sang buah hati akan Tuhan Penciptanya. Sedang nge-trend ibu hamil memperdengarkan musik Mozart atau Beethoven pada sang janin demi meningkatkan kecerdasannya.
Tetapi Tuhanlah sumber hikmat dan kebenaran , lebih penting dan membangun bagi sang bayi adalah perdengarkan Firman Tuhan. Bacakan ayat-ayat hikmat, pengucapan syukur dan lagu-lagu pujian penyembahan bagi Tuhan. Perdengarkan doa yang dipanjatkan ayah ibu bagi sang buah hati. Bahkan mengobrol dengan sang bayi sambil menceritakan tentang Tuhan, sehingga sejak dalam kandungan sang janin mengenal keberadaan Tuhan seperti keberadaan orang disekitarnya.
Tentunya kegiatan ini harus terus dilanjutkan setelah kelahirannya dengan mengajaknya berdoa, menceritakan tentang Yesus dan pengalaman hidup kita sehari-hari dengan Tuhan dan mengajaknya melakukan Firman Tuhan seiring dengan bertumbuhnya sang buah hati.

Takut akan Tuhan yang didasari oleh pengenalan akan Tuhan adalah pondasi utama dalam hidup akan tetapi masih ada tiang,dinding dan atap yang harus dibangun berdasarkan pondasi utama ini sehingga menjadi rumah yang kokoh tempatnya berlindung saat badai hidup melanda.
>> baca selanjutnya

Senin, 14 November 2016

2. Berpacu Dengan Waktu

Hal penting yang harus kita sadari adalah bahwa untuk segala sesuatu ada waktunya, ada masa atau musim yang membatasi. Seperti dalam membangun keluarga dimulai dengan waktu bagi suami istri menabur benih cinta, lalu dengan anugrah Tuhan ada waktu sang buah hati tumbuh dalam kandungan dan dilahirkan lalu kita memasuki masa untuk memelihara dan membesarkan anak.

             


Dan waktu yang telah berlalu tidak dapat diputar kembali. Tetapi
seringkali kita terlena dan tidak menyadari akan waktu yang terus bergulir. Kita menunda-nunda apa yang seharusnya kita lakukan kita terus berkata "Ah,ini tidak mendesak." Atau kita berkata "Nanti saja kalau sudah lebih besar." Sementara waktu terus bergulir dan tanpa kita sadari tiba-tiba semua sudah terlambat dan nasi sudah menjadi bubur.

Masa memelihara dan membesarkan anak sesungguhnya telah dimulai sejak sang buah hati masih janin dan berlanjut terus setelah kelahiran. Masa-masa ini merupakan masa yang sangat penting bagi sang anak. Bukan hanya untuk tumbuh kembang tubuh dan kecerdasannya tapi bahkan lebih penting lagi adalah karakter dan hatinya.

Karena dalam mengambil keputusan-keputusan utama dalam hidup ini ditentukan oleh karakter dan hati. Apakah seorang memutuskan untuk memilih yang benar atau yang salah ,yang baik atau yang jahat ,yang sembrono atau bertanggungjawab itu dipimpin oleh karakter dan hati orang tersebut.
Persimpangan-persimpangan penentuan inilah yang akan membangun kehidupan seorang akankah menjadi baik atau kacau. Dan untuk momen-momen krusial inilah kita membekali anak-anak kita. 

Dan jangan salah mengira bahwa momen-momen ini baru akan muncul dimasa dewasa. Momen ini sudah eksis sejak anak masuk dalam pergaulan hidup diluar rumah, disaat orang tua tidak mendampingi disisinya dan dia harus memutuskan apakah akan meniru temannya atau akankah mengikuti orang asing yang mengajaknya.

Inilah sebabnya kita harus berpacu dengan waktu menanamkan pondasi yang benar dalam hati dan pengertian anak kita.Dan dibutuhkan waktu yang lama hingga apa yang ditanamkan dapat berakar kuat dan tidak goyah saat cobaan datang.

Hati kanak-kanak bagaikan sebidang tanah kosong.
Pandangan hidup dan karakternya,
Tergantung pada apa yang ditanamkan orang tuanya

Tanah kosong yang tidak dirawat dan ditanami dengan baik dalam waktu singkat akan dipenuhi dengan rumput liar, semak-semak dan semakin rimbun hingga akhirnya menjadi hunian bagi ular.
Demikian hati kanak-kanak yang tidak ditanamkan pedoman pengertian yang baik dan bermanfaat akan dipenuhi oleh pedoman liar yang membawanya pada pengertian yang salah dan karakter yang buruk sehingga bersemayamlah kejahatan dalam hatinya.

Hal inilah yang saya perhatikan sering terjadi pada anak-anak dan tentunya ini besar dampaknya pada jawaban atas pertanyaan,"Anak ini akan menjadi seperti apa?" Dan tentunya ini berpengaruh bagi kehidupan masa dewasanya. 
Hal ini pulalah yang menentukan akan masuk kelompok orang tua usia lanjut yang manakah kita.

Sungguh besar peran dan tanggungjawab kita sebagai orang tua. Memiliki anak bukanlah sekedar memiliki kesayangan dan teman bermain namun juga memiliki tanggungjawab moral atas hidup mereka nantinya.

>> baca selanjutnya

1. Being a Mom

Menjadi ibu/orang tua adalah pekerjaan seumur hidup. Kata orang "Hingga anak-anak dewasa pun kami akan masih tetap memikirkan mereka."
Beberapa kali mengobrol dengan para orang tua yang anak-anaknya sudah dewasa saya mendapati beberapa kelompok orang tua.

Ada kelompok yang berbahagia karena anaknya menjadi pribadi yang
baik, bertanggung jawab, berhasil dalam karirnya dan berbahagia.

Ada kelompok yang kuatir. Kekuatiran ini bisa disebabkan oleh beberapa hal misalnya karena sang anak belum memiliki pasangan hidup atau anak kurang berhasil dalam karirnya dan sebagainya.

Ada kelompok yang kecewa dan sakit hati, biasanya karena tidak dipedulikan atau bahkan ditinggalkan oleh anaknya.

Ada pula kelompok yang pusing kepala karena anaknya berulah macam- macam terjerat dalam pergaulan buruk dan sang orang tua harus menyelamatkan anaknya dari berbagai ancaman, ada juga karena sang anak menikah dengan orang yang salah sehingga terikat dalam situasi pernikahan yang menyedihkan dan berbagai perkara memedihkan lainnya

Dalam hal ini saya tidak membahas kelompok orang tua dengan anak berkebutuhan spesial. Menurut saya mereka orang tua yang benar-benar hebat yang dipercayakan Tuhan anak-anak spesial. 

Sebagai seorang ibu dari tiga anak saya membawa berbagai pengalaman orang lain ini dalam pengamatan dan perenungan. Saya berharap setidaknya saya dapat mempersiapkan dan membekali anak-anak saya sebaik-baiknya agar mereka dapat menjalani kehidupan dengan baik. 

Dalam artikel-artikel selanjutnya (secara berurutan)saya tuangkan pokok-pokok dasar yang patut ditanamkan pada hati anak-anak kita. 
Semoga dapat menjadi inspirasi!

>> baca selanjutnya.