Namun dalam menjalankan perannya ini dan menerapkan disiplin pada anak diperlukan hubungan antar orang tua dan anak yang baik (tepat).
Mengapa saya menyebutnya 'tepat'? Karena memang harus tepat seperti seharusnya fungsi dan posisi masing-masing.
Orang tua memliki posisi diatas anak, dialah yang memiliki otoritas dan tanggung jawab atas anak (hingga anak mencapai usia dewasa), orang tualah yang harus membimbing mendidik menjadi suri tauladan bagi anaknya.
Posisi anak adalah dibawah orang tua, anak harus menghormati menghargai orang tuanya. Anak harus mempercayai orang tuanya dan mengikuti petunjuk, arahan dan belajar dari nasehat serta bimbingan orang tua.
Namun yang tidak kita sadari adalah kepercayaan tidak terjadi dengan seketika. Kepercayaan harus diusahakan. Kepercayaan bertumbuh berdasarkan pengalaman-pengalaman anak bersama orang tuanya.
Membangun kepercayaan melibatkan kedua pihak, baik pihak orang tua dan pihak anak. Tapi karena posisi orang tua adalah sebagai pembimbing atau pendidik dan posisi anak sebagai newborn (baru lahir)dan masih polos maka: pertama, orang tualah yang harus membuktikan bahwa dirinya dapat dipercaya.
Orang tua harus membuktikan "Kami adalah seperti yang kami perkatakan." Dengan kata lain menjadi teladan.
Pada saat anak melihat bahwa perilaku kita berbeda dengan ucapan kita anak tidak bersedia menuruti atau bahkan meremehkan kita.
Jadi di saat kita mau mendisiplinkan anak, pertama kita harus mendisiplinkan diri kita. Di sinilah letak beban orang tua.
Tapi kita semua tahu bahwa tidak ada orang tua yang sempurna. Kita semua jauh dari kesempurnaan. Jadi apa jalan keluarnya?
Akuilah siapa diri kita..sekali lagi kejujuran. Firman Tuhan berkata "..., dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." Injil Yohanes 8:32.
Dari sini pula akan terjalin komunikasi, keterbukaan dan kepercayaan karena kita membuka diri pada anak.
Saya beberapa kali berkata kepada anak-anak saya,"Kalian tahu mengapa mami ajarkan kalian untuk (.....),karena ini akan (....).Mami sendiri dulu tidak (....)dan mami rasakan sendiri kerugiannya untuk mami. Dan mami tidak mau kalian alami hal yang sama. Mami sudah ngalamin kalian belajar saja dari mami gak perlu ngalamin susahnya."
Pengalaman saya,anak yang sudah berusia 8 tahun dapat diterapkan cara ini. Malah sesungguhnya mereka butuh penjelasan seperti ini, yang meluruskan pertanyaan 'Mengapa mami suruh begini padahal mami begitu?'
Kebenaran itu akan memerdekakan kita. Tidak ada lagi tuduhan karena dahulu atau hingga sekarang aku masih seperti ini maka aku tidak pantas untuk mengajarkan anakku agar tidak seperti ini.
Hubungan yang indah justru terjalin karena adanya keterbukaan dan kejujuran.
Kedua, hargailah anak anda.
Walaupun anak anda masih bayi hargailah pribadinya dengan mengatakan kebenaran. Orang dewasa kerap kali menganggap anak-anak kecil tidak mengerti apa-apa. Memang benar, tapi bukan berarti tidak dapat diberi pengertian. Pada saat kita berusaha menjaga dia tapi dengan cara mengelabuinya itu berarti kita tidak menghargainya. Dan pada akhirnya saat anak mengerti dirinya sering dikelabui orang tuanya timbullah pemahaman,"Ah,orang tua sering kasih alasan bohong,cuman supaya aku nurut aja.. padahal belum tentu begitu." Hal ini menimbulkan cacat kepercayaan dalam hubungan anak dengan orang tua.
Kita harus menyadari bahwa salah satu penyebab anak lebih percaya pada teman-temannya adalah karena anak merasa orang tuanya suka berbohong,tidak mengatakan apa adanya.
Pada saat anak melihat bahwa perilaku kita berbeda dengan ucapan kita anak tidak bersedia menuruti atau bahkan meremehkan kita.
Jadi di saat kita mau mendisiplinkan anak, pertama kita harus mendisiplinkan diri kita. Di sinilah letak beban orang tua.
Tapi kita semua tahu bahwa tidak ada orang tua yang sempurna. Kita semua jauh dari kesempurnaan. Jadi apa jalan keluarnya?
Akuilah siapa diri kita..sekali lagi kejujuran. Firman Tuhan berkata "..., dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." Injil Yohanes 8:32.
Dari sini pula akan terjalin komunikasi, keterbukaan dan kepercayaan karena kita membuka diri pada anak.
Saya beberapa kali berkata kepada anak-anak saya,"Kalian tahu mengapa mami ajarkan kalian untuk (.....),karena ini akan (....).Mami sendiri dulu tidak (....)dan mami rasakan sendiri kerugiannya untuk mami. Dan mami tidak mau kalian alami hal yang sama. Mami sudah ngalamin kalian belajar saja dari mami gak perlu ngalamin susahnya."
Pengalaman saya,anak yang sudah berusia 8 tahun dapat diterapkan cara ini. Malah sesungguhnya mereka butuh penjelasan seperti ini, yang meluruskan pertanyaan 'Mengapa mami suruh begini padahal mami begitu?'
Kebenaran itu akan memerdekakan kita. Tidak ada lagi tuduhan karena dahulu atau hingga sekarang aku masih seperti ini maka aku tidak pantas untuk mengajarkan anakku agar tidak seperti ini.
Hubungan yang indah justru terjalin karena adanya keterbukaan dan kejujuran.
Kedua, hargailah anak anda.
Walaupun anak anda masih bayi hargailah pribadinya dengan mengatakan kebenaran. Orang dewasa kerap kali menganggap anak-anak kecil tidak mengerti apa-apa. Memang benar, tapi bukan berarti tidak dapat diberi pengertian. Pada saat kita berusaha menjaga dia tapi dengan cara mengelabuinya itu berarti kita tidak menghargainya. Dan pada akhirnya saat anak mengerti dirinya sering dikelabui orang tuanya timbullah pemahaman,"Ah,orang tua sering kasih alasan bohong,cuman supaya aku nurut aja.. padahal belum tentu begitu." Hal ini menimbulkan cacat kepercayaan dalam hubungan anak dengan orang tua.
Kita harus menyadari bahwa salah satu penyebab anak lebih percaya pada teman-temannya adalah karena anak merasa orang tuanya suka berbohong,tidak mengatakan apa adanya.
Saya pernah menyaksikan peristiwa seorang anak balita yang sudah sering dikelabui nenek yang menjaganya.
Sang nenek tidak ingin anaknya main ke dapur karena berbahaya. Pada saat anak melangkah memasuki dapur sang nenek berteriak,"Eh, jangan kesana,Nak! Disana ada tikuuus..nanti digigit looh!" Balita tersebut menoleh pada neneknya dan memperlihatkan ekspresi marah dan dia tetap melanjutkan masuk ke dapur.
Sang nenek berkata pada saya,"Dia sudah ngerti dibohongi." lalu dia lanjutkan membujuk cucunya,"Ayolah Nak ,jangan kesana berbahaya..main yang lain saja yaa.."
Kita belajar disini bahkan balita itu marah mengetahui dirinya ditipu dan tidak mempedulikan lagi peringatan sang nenek.
Bukan hanya dalam rangka melarang anak masuk dapur tapi juga dalam hal-hal lainnya, praktek mengelabui dipilih oleh orang tua atau pengasuh agar cepat beres, tidak pusing memikirkan penjelasannya.
Cara mengelabui seperti ini adalah cara instan. Dan seperti layaknya mie instan yang mudah, cepat dan enak, tapi tidak bergizi, tidak sehat demikian cara mengelabui anak ini, mudah ,cepat dan lucu(beberapa orang terkekeh-kekeh berhasil membohongi anak) tapi tidak sehat bagi anak.
Meracuni anak dengan pemahaman orang tuamu tak sungguh-sungguh dapat dipercaya dan memberi teladan pada anak untuk berbohong.
Pada akhirnya sang orang tua menemukan anaknya memilih untuk mempercayai teman-temannya dan membohongi orang tua dan masuk dalam pergaulan yang buruk.
Memang seorang anak sejak kecil pasti pernah berbohong. Tapi kita harus mendidik anak untuk tidak berbohong. Dan biasanya Tuhan sudah memperlengkapi orang tua dengan indera 'pendeteksi kebohongan' kalau kita perhatikan anak dengan seksama biasanya kita bisa menemukan indikasinya.
Biasanya dalam kondisi seperti inilah saya akan mengingatkan anak,"Tuhan tidak suka pembohong loh! Kamu harus minta ampun padaNya. Dan minta Tuhan tolong agar kamu tidak berbohong lagi."
Satu hal yang bisa saya tambahkan disini adalah berdoalah pada Tuhan minta Dia ajarkan apa yang harus kita sampaikan pada anak untuk memberinya pengertian sesuai dengan kasus yang dihadapi. Doa emergensi semacam ini cukup disampaikan dalam setarikan nafas,"Tuhan tolong, aku musti jelaskan apa?" Tenangkan hati dan merenung sejenak, maka Tuhan akan beri pengertian pada kita.
Anak adalah anugrah Tuhan, hubungan orang tua dan anak adalah kehendak Tuhan maka dalam membesarkan dan mendidiknya pastilah Tuhan tidak segan-segan melimpahkan anugrahNya pada mereka yang meminta pertolonganNya. God bless!
>>baca selanjutnya
Sang nenek tidak ingin anaknya main ke dapur karena berbahaya. Pada saat anak melangkah memasuki dapur sang nenek berteriak,"Eh, jangan kesana,Nak! Disana ada tikuuus..nanti digigit looh!" Balita tersebut menoleh pada neneknya dan memperlihatkan ekspresi marah dan dia tetap melanjutkan masuk ke dapur.
Sang nenek berkata pada saya,"Dia sudah ngerti dibohongi." lalu dia lanjutkan membujuk cucunya,"Ayolah Nak ,jangan kesana berbahaya..main yang lain saja yaa.."
Kita belajar disini bahkan balita itu marah mengetahui dirinya ditipu dan tidak mempedulikan lagi peringatan sang nenek.
Bukan hanya dalam rangka melarang anak masuk dapur tapi juga dalam hal-hal lainnya, praktek mengelabui dipilih oleh orang tua atau pengasuh agar cepat beres, tidak pusing memikirkan penjelasannya.
Cara mengelabui seperti ini adalah cara instan. Dan seperti layaknya mie instan yang mudah, cepat dan enak, tapi tidak bergizi, tidak sehat demikian cara mengelabui anak ini, mudah ,cepat dan lucu(beberapa orang terkekeh-kekeh berhasil membohongi anak) tapi tidak sehat bagi anak.
Meracuni anak dengan pemahaman orang tuamu tak sungguh-sungguh dapat dipercaya dan memberi teladan pada anak untuk berbohong.
Pada akhirnya sang orang tua menemukan anaknya memilih untuk mempercayai teman-temannya dan membohongi orang tua dan masuk dalam pergaulan yang buruk.
Memang seorang anak sejak kecil pasti pernah berbohong. Tapi kita harus mendidik anak untuk tidak berbohong. Dan biasanya Tuhan sudah memperlengkapi orang tua dengan indera 'pendeteksi kebohongan' kalau kita perhatikan anak dengan seksama biasanya kita bisa menemukan indikasinya.
Biasanya dalam kondisi seperti inilah saya akan mengingatkan anak,"Tuhan tidak suka pembohong loh! Kamu harus minta ampun padaNya. Dan minta Tuhan tolong agar kamu tidak berbohong lagi."
Satu hal yang bisa saya tambahkan disini adalah berdoalah pada Tuhan minta Dia ajarkan apa yang harus kita sampaikan pada anak untuk memberinya pengertian sesuai dengan kasus yang dihadapi. Doa emergensi semacam ini cukup disampaikan dalam setarikan nafas,"Tuhan tolong, aku musti jelaskan apa?" Tenangkan hati dan merenung sejenak, maka Tuhan akan beri pengertian pada kita.
Anak adalah anugrah Tuhan, hubungan orang tua dan anak adalah kehendak Tuhan maka dalam membesarkan dan mendidiknya pastilah Tuhan tidak segan-segan melimpahkan anugrahNya pada mereka yang meminta pertolonganNya. God bless!
>>baca selanjutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar